HENDRA -WEB  
 
  lain-lain 05/21/2024 6:07pm (UTC)
   
 
PERATURAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR : 9 TAHUN 2006
NOMOR : 8 TAHUN 2006


BAB I
KETENTUAN UMUM



Pasal 1

Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud dengan:

1. Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

2. Pemeliharaan kerukunan umat beragama adalah upaya bersama umat beragama dan
Pemerintah di bidang pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan umat beragama.

3. Rumah ibadat adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus
dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara
permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.

4. Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan yang selanjutnya disebut Ormas Keagamaan
adalah organisasi nonpemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk berdasarkan
kesamaan agama oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan
hukum, dan telah terdaftar di pemerintah daerah setempat serta bukan organisasi
sayap partai politik.

5. Pemuka Agama adalah tokoh komunitas umat beragama baik yang memimpin ormas
keagamaan maupun yang tidak memimpin ormas keagamaan yang diakui dan atau
dihormati oleh masyarakat setemapat sebagai panutan.

6. Forum Kerukunan Umat Beragama, yang selanjutnya disingkat FKUB, adalah forum
yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah dalam rangka
membangun, memelihara, dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan
kesejahteraan.

7. Panitia pembangunan rumah ibadat adalah panitia yang dibentuk oleh umat
beragama, ormas keagamaan atau pengurus rumah ibadat.

8. Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah
ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan
rumah ibadat.


BAB II
TUGAS KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA


Pasal 2

Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat
beragama, pemerintah daerah dan Pemerintah.

Pasal 3

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di provinsi menjadi tugas dan
kewajiban gubernur.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibantu oleh kepala kantor wilayah departemen agama provinsi.

Pasal 4

(1) Pemeliharaan kerukunan umat beragama di kabupaten/kota menjadi tugas dan
kewajiban bupati/walikota.

(2) Pelaksanaan tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibantu oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

Pasal 5

(1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi

b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama;

c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan
saling percaya di antara umat beragama; dan

d. membina dan mengoordinasikan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupan beragama.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat didelegasikan kepada wakil gubernur.

Pasal 6

(1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di kabupaten/kota;

b. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama;

c. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan
saling percaya di antara umat bergama;

d. membina dan mengoordinasikan camat, lurah, atau kepala desa dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban
masyarakat dalam kehidupan beragama;

e. menerbitkan IMB rumah ibadat.

(2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan
huruf d dapat didelegasikan kepada walikota/bupati/wakil walikota.

(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf c di
wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat dan di wilayah kelurahan/desa
dilimpahkan kepada lurah/kepala desa melalui camat.

Pasal 7

(1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3)
meliputi:

a. memlihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di wilayah kecamatan;

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan
saling percaya di antara umat beragama; dan

c. membina dan mengoordinasikan lurah dan kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam
kehidupan keagamaan.

(2) Tugas dan kewajiban lurah/kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (3) meliputi:

a. memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi
terwujudnya kerukunan umat beragama di wilaya kelurahan/desa; dan

b. menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan
saling percaya di antara umat beragama.

BAB III
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Pasal 8

(1) FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.

(2) Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.

(3) FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat
konsultatif.

Pasal 9

(1) FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:

a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;

b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;

c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan gubernur; dan

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang bekaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat.

(2) FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai
tugas:

a. melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat.

b. menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;

c. menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi
sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;

d. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang
keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan
masyarakat; dan

e. memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.

Pasal 10

(1) Keanggotaan FKUB terdiri atas pemuka-pemuka agama setempat.

(2) Jumlah anggota FKUB provinsi paling banyak 21 orang dan jumlah anggota
FKUB kabupaten/kota paling banyak 17 orang.

(3) Komposisi keanggotaan FKUB provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan perbandingan jumlah pemeluk agama setempat
dengan keterwakilan minimal 1 (satu) orang dari setiap agama yang ada di
provinsi dan kabupaten/kota.

(4) FKUB dipimpin oleh 1 (satu) orang ketua, 2 (dua) orang wakil ketua, 1
(satu) orang sekretaris, 1 (satu) orang wakil sekretaris, yang dipilih secara
musyarawah oleh anggota.

Pasal 11

(1) Dalam memberdayakan FKUB, dibentuk Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan
kabupaten/kota.

(2) Dewan Penasihat FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

a. membantu kepala daerah dalam merumuskan kebijakan pemeliharaan kerukunan
umat beragama; dan

b. memfasillitasi hubungan kerja FKUB dengan pemerintah daerah dan hubungan
antara sesama instansi pemerintah di daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat
beragama.

(3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKUB provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil gubernur
b. Wakil Ketua : kepala kantor wilayah departemen agama provinsi;
c. Sekretaris : badan kesatuan bangsa dan politik provinsi;
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.

(4) Dewan Penasihat FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan:
a. Ketua : wakil bupat/wakil walikota;
b. Wakil Ketua : kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;
c. Sekretaris : kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota
d. Anggota : pimpinan instansi terkait.

Pasal 12

Ketentuan lebih lanjut mengenai FKUB dan Dewan Penasihat FKUB provinsi dan
kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Gubernur.

BAB IV
PENDIRIAN RUMAH IBADAT

Pasal 13


(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh
berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang
bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu ketenteraman dan
ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah
kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan
komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/kota
atau provinsi.

Pasal 14

(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian
rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:

a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90
(sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan
tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);

b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang
disahkan oleh lurah/kepala desa;

c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan

d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi
sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban
memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.

Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan
hasil musyarawah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.

Pasal 16

(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk
memperoleh IMB rumah ibadat.

(2) Bupati/walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari
sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)

Pasal 17

Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung
rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana
tata ruang wilayah.

BAB V
IZIN SEMENTARA PEMANFAATAN BANGUNAN GEDUNG

Pasal 18

(1) Pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadat sebagai rumah ibadat
sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari
bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan.
a. laik fungsi; dan
b. pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan ketertiban
masyarakat.

(2) Persyaratan laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu
pada peraturan perundang-undangan tentang bangunan gedung.

(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketenteraman dan
ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

a. Izin tertulis pemilik bangunan;
b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;
c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan
d. pelaporan tertulis kepada kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.

Pasal 19

(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan
rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1)
diterbitkan setelah mempetimbangkan pendapat tertulis kepala kantor departemen
agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan gedung bukan
rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 2 (dua)
tahun.

Pasal 20

(1) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.

(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat tertulis kepala
kantor departemen agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

BAB VI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 21

(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara musyawarah
oleh masyarakat setempat.

(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dicapai,
penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu kepala kantor
departemen agama kabupaten/kota melalui musyawarah yang dilakukan secara adil
dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB
kabupaten/kota.

(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan setempat.

Pasal 22

Gebernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait
di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.

BAB VII
PENGAWASAN DAN PELAPORAN

Pasal 23

(1) Gubernur dibantu kepala kantor wilayah departemen agama provinsi melakukan
pengawasan terhadap bupati/walikota serta instansi terkait di daerah atas
perlaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan
umat beragama dan pendirian rumah ibadat.

Pasal 24

(1) Gubernur melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat beragama,
pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian rumah
ibadat di provinsi kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama dengan
tembusan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, dan Menteri
Koordinator Kesejahteraan Rakyat.

(2) Bupati/walikota melaporkan pelaksanaan pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pengaturan pendirian
rumah ibadat di kabupaten/kota kepada gubernur dengan tembusan Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Agama.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan setiap
6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, atau sewaktu-waktu jika dipandang
perlu.

Pasal 25

Belanja pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan kerukunan umat beragama
serta pemberdayaan FKUB secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.

Pasal 26

(1) Belanja pelaksanaan kewajiban menjaga kerukunan nasional dan memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di provinsi
didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi.

(2) Belanja pelaksanaan kewajiban mennjaga kerukunan nasional dan memelihara
ketenteraman dan ketertiban masyarakat di bidang pemeliharaan kerukunan umat
beragama, pemberdayaan FKUB dan pengaturan pendirian rumah ibadat di
kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota.

BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 27

(1) FKUB dan Dewan Penasihat FKUB di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.

(2) FKUB atau forum sejenis yang sudah dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota
disesuaikan paling lambat 1(satu) tahun sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.

Pasal 28

(1) Izin bangunan gedung untuk rumah ibadat yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini dinyatakan sah dan tetap
berlaku.

(2) Renovasi bangunan gedung rumah ibadat yang telah mempunyai IMB untuk rumah
ibadat, diproses sesuai dengan ketentuan IMB sepanjang tidak terjadi pemindahan
lokasi.

(3) Dalam hal bangunan gedung rumah ibadat yang telah digunakan secara permanen
dan/atau memiliki nilai sejarah yang belum memiliki IMB untuk rumah ibadat
sebelum berlakunya Peraturan Bersama ini, bupati/walikota membantu
memfasilitasi penerbitan IMB untuk rumah ibadat dimaksud.

Pasal 29

Peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintahan daerah
wajib disesuaikan dengan Peraturan Bersama ini paling lambat dalam jangka waktu
2 (dua) tahun.

BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Pada saat berlakunya Peraturan Bersama ini, ketentuan yang mengatur pendirian
rumah ibadat dalam Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
Nomor 01/BER/MDN-MAG/1969 tentang Pelaksanaan Tugas Aparatur Pemerintahan dalam
Menjamin Ketertiban dan Kelancaran Pelaksanaan Pengembangan dan Ibadat Agama
oleh Pemeluk-Pemeluknya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 31

Paraturan Bersama ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Maret 2006

MENTERI AGAMA
ttd
MUHAMMAD M. BASYUNI

MENTERI DALAM NEGERI
ttd
M. MOH MA'RUF
 
  Menu
 
 
 
 
 
 
 
 
 
  WIB
Today, there have been 3 visitors (5 hits) on this page!
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free